Agustus 2020

Senin, 10 Agustus 2020

Kisah Misteri Lorong Waktu yang Menggemparkan


Menembus Lorong Waktu

Kisah Nyata: Misteri Lorong Waktu
yang Menggemparkan


Misteri peristiwa yang terjadi beberapa
tahun yang lalu, dan yang membuat gempar
adalah nasib mujur kemunculan kembali
korban Kapal Laut Titanic yang masih
hidup.

Dua orang korban musibah Kapal Titanic
pada tahun 1912, tiba-tiba muncul dalam
keadaan masih hidup. Secara fisik mereka
tidak berubah persis seperti semula. Teori
lorong waktu telah menjawabnya.
Di antara kedua korban yang beruntung
ini, yang satu adalah seorang penumpang
wanita yang ditemukan pada tahun 1990,
dan lainnya lagi adalah seorang kapten
kapal Titanic yang ditemukan pada tahun
1991.

Kapten kapal Smith ditemukan pada
tanggal 9 Agustus 1991, setahun setelah
ditemukannya seorang korban yang
beruntung bernama Wenny Kathe, dia
diselamatkan dari atas gunung es. Selama
berpuluh-puluh tahun hanyut terapung-
apung di atas lautan, namun tidak
membuatnya kelihatan tua dan lemah,
Kapten Smith yang meskipun telah berusia
139 tahun, namun masih tampak seperti
orang yang berusia 60 tahun lebih, dan
bahkan dia masih menganggap bahwa saat
itu adalah masa-masa sekitar
tenggelamnya Kapal Titanic pada tanggal
15 April 1912.

Melalui identifikasi sidik jari yang masih
tersimpan dalam catatan pelayaran laut,
maka bisa dipastikan identitas Kapten
Smith. Seorang lagi korban musibah Kapal Titanic,
Wenny Kathe yang berusia 29 tahun
diselamatkan di atas gumpalan es
Samudera Atlantik Utara pada tanggal 24
September 1990.

Namun yang membuat orang terkejut
adalah sejak dia hilang pada tahun 1912
hingga sekarang, tidak terlihat tanda-
tanda tua sedikitpun juga.
Dia ditemukan dan diselamatkan di atas
gumpalan es 363 km barat daya Islandia.
Kantor pelayaran telah menemukan daftar
nama penumpang Kapal Titanic dan
menegaskan keaslian identitas dirinya.

Smith, kapten kapal Titanic dan
penumpangnya Wenny Kathe adalah saksi
hidup orang hilang yang muncul kembali
melalui lintasan lorong waktu.
Oleh karena mereka menghilang dan muncul
kembali secara misterius, maka hal ini
sangat menarik perhatian orang banyak.

Ilmuwan Amerika Ado Snandick
berpendapat, mata manusia tidak bisa
melihat keberadaan suatu benda dalam
ruang lain, itulah obyektifitas keberadaan
lorong waktu. Dalam sejarah, orang, kapal-kapal,
pesawat terbang dan lain-lain sebagainya
yang hilang secara misterius seperti yang
sering kita dengar di perairan Segitiga
Bermuda, sebenarnya adalah masuk ke
dalam lorong waktu yang misterius ini.

Dalam penyelidikannya terhadap lorong
waktu, John Buckally mengemukakan teori
hipotesanya sebagai berikut.
Pertama, obyektifitas keberadaan lorong
waktu adalah bersifat kematerialan, tidak
terlihat, tidak dapat disentuh, tertutup
untuk dunia fana kehidupan umat manusia,
namun tidak mutlak, karena terkadang ia
akan membukanya.

Kedua, lorong waktu dengan dunia manusia
bukanlah suatu sistem waktu, setelah
memasuki seperangkat sistem waktu, ada
kemungkinan kembali ke masa lalu yang
sangat jauh, atau memasuki masa depan,
karena di dalam lorong waktu tersebut,
waktu dapat bersifat searah maupun
berlawanan arah, bisa bergerak lurus juga
bisa berbalik, dan bahkan bisa diam
membeku.

Ketiga, terhadap dunia fana (ruang fisik
kita) di bumi, jika memasuki lorong waktu,
berarti hilang secara misterius, dan jika
keluar dari lorong waktu itu, maka artinya
adalah muncul lagi secara misterius.
Disebabkan lorong waktu dan bumi bukan
merupakan sebuah sistem waktu, dan
karena waktu bisa diam membeku, maka
meskipun telah hilang selama 3 tahun, 5
tahun, bahkan 30 atau 50 tahun, waktunya
sama seperti dengan satu atau setengah
hari.

Dalam ajaran Buddha terdapat satu bait
penuturan: “Bagaikan sehari di kahyangan,
tapi rasanya sudah ribuan tahun lamanya
di bumi, tampaknya memiliki makna
kebenaran yang sangat dalam.


~f51

 

Senin, 03 Agustus 2020

Konspirasi Tentang Senjata Ekologi di Balik Bencana Tsunami


Project Seal] Tsunami Aceh Sumatra 2004: Bom Nuklir Bawah Laut ...


Benarkah tsunami hanya bencana alam? 

Dunia kini kasak-kusuk dengan teori konspirasi senjata ekologi yang bisa memicu gempa, bahkan tsunami.Kasak-kusuk itu membanjiri chatroom internet bahkan hingga obrolan warung kopi. Mereka menduga-duga siapa yang menyebabkan gempa tektonik berskala 9,0 magnitudo itu sehingga menyebabkan tsunami di Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 sehingga 150 ribu orang tewas di 12 negara Asia-Afrika.Mereka bertanya-tanya kenapa pemerintah begitu lambat mengantisipasi tsunami setelah terjadi gempa. Dikirimnya kapal induk yang mengangkut kapal perang oleh AS pun dipertanyakan, meski bertujuan untuk mengangkut bantuan kemanusiaan.

"Kenapa komandan senior AS di Irak sampai pergi menangani bantuan kemanusiaan untuk korban tsunami? Kenapa AS mengirimkan kapal perang?" tukas seorang desainer Mark Tyler di sebuah bar di Hong Kong seperti diberitakan AFP, Kamis (6/1/2005).Menurut dia, bencana tsunami itu terjadi persis setahun setelah gempa di Bam Iran yang menewaskan 30 ribu orang pada 26 Desember 2003. "Apa itu hanya sebuah kebetulan? Lalu kenapa tidak ada aktivitas seismik yang terekam sebelum terjadi gempa? Ini benar-benar aneh," katanya.

Tyler hanya salah satu dari sekian banyak orang yang mempertanyakan hal serupa. Hasil obrolan tatap muka maupun di chatroom itu akhirnya mengarah pada dugaan penggunaan senjata ekologi.Senjata ekologi itu bisa menciptakan gempa bumi dan letusan gunung dari jarak jauh melalui penggunaan gelombang elektromagnetik. Pihak militer diduga melakukan uji coba senjata ekologi tersebut sehingga tsunami terjadi, dan pihak pemerintah menutup-nutupi hal itu.

Apalagi melihat betapa militer dan pemerintahan AS bersama negara-negara di Samudera Hindia dan Eropa kini berada dalam satu kerangka pemikiran, yakni memberikan bantuan kemanusiaan. Sementara negara-negara Australia hingga Thailand dituding gagal memberikan peringatan datangnya tsunami.Jadi, benarkah ada senjata ekologi itu? Benarkah tsunami di Samudera Hindia dipicu senjata ekologi?Kasak-kusuk itu dipatahkan oleh Bart Bautisda, Kepala Spesialis Penelitian Ilmiah Institut Vulkanologi dan Seismologi Filipina.

"Diperlukan kumpulan energi yang sangat besar untuk menciptakan gempa dan tsunami. Jadi itu tidak mungkin. Bahkan miliaran ton energi pun tidak akan mampu menciptakan gempa dan tsunami," tegasnya.Kalaupun bisa, lanjut Bautisda, maka tsunami yang dihasilkan dari penggunaan aktivitas gelombang sangatlah kecil. Meski bisa menyebabkan terjadinya vibrasi, tapi tidak akan menyebabkan kerusakan.

Dia pun membandingkan dengan tsunami yang bisa mencapai ribuan kilometer dengan kecepatan sebuah pesawat jet setelah lempengan tektonik membelah Samudera Hindia."Jadi kita dapat membedakan antara ledakan buatan dan gempa yang menyebabkan terjadinya tsunami. Mekanismenya berbeda," tukas Bautisda.Namun penjelasan sang ilmuwan tersebut tidak serta merta menghentikan kasak-kusuk teori konspirasi itu.

The Free Internet Press yang mengklaim senantiasa menayangkan berita tanpa sensor memuat artikel yang menyebutkan kalau Militer dan Deplu AS menerima peringatan dini mengenai tsunami. Tapi mereka hanya melakukan tindakan minim untuk memberikan peringatan kepada negara-negara Asia.

Media itu mencatat kalau Pangkalan Laut AS di Karang Atol Diego Garcia di Samudera Hindia mendapat peringatan tersebut dan berhasil menyelamatkan diri tanpa cidera.Situs The India Daily juga ikut meramaikan dugaan teori konspirasi tersebut. "Sepertinya seluruh dunia gagal melakukan sesuatu pada saat yang bersamaan, aneh bukan.

Mungkin ada alien yang ingin mengoreksi rotasi bumi," sebut koresponden Sudhir Chadda dalam tulisannya.Meski kasak-kusuk teori konspirasi itu semakin ramai, namun tetap saja belum ada pembuktian yang membenarkan. Kasak-kusuk itu pun meninggalkan beberapa pertanyaan. Benarkah senjata ekologi itu ada? Benarkah gempa dan tsunami bisa diciptakan manusia?


~f51